Belibis

PENDAHULUAN

Pertambahan penduduk Indonesia yang sangat pesat dewasa ini menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan konsumsi dan selera makanan. Hal ini membutuhkan peningkatan ketersediaan dan keragaman sumber pangan khususnya pangan hewani. Salah satu sumber ketersediaan pangan adalah daging unggas. Namun, ketersediaan ini perlu dibarengi dengan keragaman sumber daging unggas. Perlunya keragaman tersebut telah mendorong munculnya ide-ide dalam menghidangkan makanan asal unggas dan keragaman jenis unggas penghasil dagingnya.

Kontribusi ternak unggas terhadap penyediaan daging adalah sebesar 1.335.143 ton atau 66,6% dari jumlah total daging nasional. Kecenderungan meningkatnya konsumsi daging unggas terus meningkat. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Peternak Unggas (GPPU) tahun 2012, bahwa konsumsi karkas unggas perkapita meningkat menjadi 8,6 kg/kapita pada tahun 2013, dan diprediksi menjadi 9,97 kg/kapita tahun 2014, 11,45 kg/kapita tahun 2015, 12,97 kg/kapita tahun 2016, dan 14,49 kg/kapita tahun 2017 (Livestockreview.com, 2013).

Kebutuhan daging sebagai sumber protein menjadi meningkat, sehingga perlu dilakukan terobosan pencarian hewan alternatif yang mempunyai potensi sebagai alternatif penghasil daging. Eksplorasi satwa harapan dapat dilakukan untuk sumber pangan, menambah penghasilan petani, dan memenuhi kebutuhan protein hewani. Namun upaya ini perlu dilakukan secara lestari misalnya melalui penangkaran dan budidaya jenis-jenis hewan tertentu (Hardjosubroto, 1994). Pemanfaatan jenis-jenis hewan liar atau satwa harapan dapat dilakukan dengan usaha peternakan yang berpedoman pada prinsip-prinsip pelestarian.

Salah satu hewan liar sebagai satwa harapan adalah belibis. Burung belibis adalah salah satu burung yang memiliki habitat lebih dekat di air, kemampuannya yang dapat berenang di air disebabkan karena burung belibis termasuk burung yang memiliki kaki berselaput dan jarang untuk melakukan terbang. Aktivitas mobilitas di daerah teresterial, hanya digunakan untuk mencari makan dan menghindari lawan, bertelur dan aktivitas lainnya. Pergerakan berjalan sangat lambat, namun sangat cepat saat berada di air, sehingga dalam mobilitas dari hewan ini sangat kecil untuk daerah teresterial.

Indonesia memiliki beberapa tempat untuk hidup burung belibis. Belibis Kembang (Dendrocygna acuata ) dan Belibis Batu (Dendrocygna javanica) merupakan jenis belibis yang hidup di Indonesia dan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan. Daerah persinggahan burung belibis ini berada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Di daerah-daerah tertentu, masyarakat sudah lama mengkonsumsi belibis sebagai makanan dan peredaran penjualan belibis di pulau tersebut mulai diawasi karena masyarakat masih sedikit melakukan pengembangbiakkan sedangkan pemburu liar masih menangkapi langsung dari alam tanpa ada pengawasan.

Berdasarkan hal di atas maka melalui makalah ini disajikan potensi burung Belibis sebagai sumber pangan hewani dan potensial untuk dikembangkan sebagai ternak. Melalui makalah ini juga diuraikan tentang sifat-sifat biologi, produksi, dan adaptasi lingkungan.

 Taksonomi dan Ciri-ciri Belibis

Burung belibis terbagi menjadi 11 spesies diantaranya Dendrocygna javanica, D. arcuata, D. guttata, D. eytoni, D. arcuata australis, D. arcuata pygmaea, D. bicolor, D. arborea, D. viduata, D. autumnalis autumnalis dan D. autumnalis discolor. Dari 11 spesies burung belibis di dunia terdapat dua spesies yang ada di Indonesia yaitu Belibis Kembang (Dendrocygna arcuata) dan Belibis Batu (Dendrocygna javanica). Kedua spesies ini hidup secara berkelompok dengan jumlah berkisar antara 10-40 ekor. (MacKinnon, et.al., 1992).

Burung belibis termasuk ke dalam tipe monogami dalam pasangannya, ditandakan dengan adanya pergantian mengeram telur dengan waktu 28-30 hari. Telur yang dierami oleh betina dan jantan berkisar 10-15 butir. Ketika telur tersebut menetas induk betina dan jantan bersama-sama dalam membesarkan anaknya. Burung ini sangat mudah dibedakan saat anak-anak berkumpul dengan dewasa sebaliknya juga burung ini sulit dibedakan anatara dewasa dengan remaja yang di karenakan warna yang sama antara dan ukuran yang tidak berbeda jauh (MacKinnon, et.al., 1992).

Klasifikasi pada Burung Belibis yang ada di Indonesia :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Anseriformes

Famili : Anatidae

Genus : Dendrocygna

Spesies :

1. Dendrocygna arcuata.

2. Dendrocygna javanica.

Ciri-ciri dari Genus Dendrocygna diantaranya adalah bagian bawah sayap berwarna hitam dengan panjang tubuh keseluruhan berkisar antara 38-40,1 cm. Pada umumnya belibis jantan lebih besar dari betina. Bobot badan Dendrocygna jantan dewasa 1000g/ekor dan betina 550 g/ekor. Perkembangbiakan belibis terjadi sepanjang tahun dengan jumlah telur berkisar antara 7-12 butir/periode bertelur atau clutch atau 2-16 butir dan waktu yang digunakan di antara dua musim bertelur ±4 bulan (MacKinnon, et.al., 1992).

Burung Dendrocygna tidak saja pandai berenang dengan kaki renangnya, tetapi juga pandai dan kuat terbang jauh. Biasanya burung ini terbang dengan kelompok dengan susunan khusus, sambil mengeluarkan suara seperti siulan. Karena burung Dendrocygna ini pandai bersiul, orang Inggris menyebutnya Lesser Wishtling Duck (itik bersiul). Dendrocygna jenis ini dikenal sebagai burung pengembara yang suka berpindah-pindah tempat. Kalau sedang berpindah tempat, tak jarang mereka terbang pada malam hari (Sibley, 2002).

Belibis Kembang dalam bahasa latin disebut Dendrocygna arcuata dengan ciri warna pada paruh dan kakinya adalah hitam. Ukuran paruh lebih lebar dari Dendrocygna javanica. Warna bulu dada bintik-bintik kehitaman dan ada yang kecoklat-coklatan, warna bulu sayap bagian atas hitam, bagian tengah putih dan pada bagian bawah berwarna kemerah-merahan, warna pada bulu ekor hitam. Lehernya agak panjang dan kecil. Kakinya berselaput renang seperti kaki bebek atau itik. Burung ini tidak saja pandai berenang dengan kaki renangnya, tetapi juga pandai dan kuat terbang jauh. Biasanya burung ini terbang dengan kelompok dengan susunan khusus, sambil mengeluarkan suara seperti siulan. Anaknya seperti anak-anak itik peliharaan, sehari setelah ditetaskan sudah pandai berenang, beriringan meninggalkan sarang bersama induknya mencari makan (Mahardjo et al., 1976).

Belibis Kembang biasa dijumpai mencari mangsa di daerah-daerah tambak dekat pantai, di rawa-rawa dan juga di danau-danau yang terdekat di pegunungan. Pada waktu sepasang Belibis Kembang hendak bertelur, burung ini membuat sarangnya dipermukaan tanah, biasanya di rumputan. Sebuah sarang Belibis Kembang dapat berisi telur sampai sebanyak 9 butir. Anaknya seperti anak-anak itik peliharaan, sehari setelah ditetaskan sudah pandai berenang, beriringan meninggalkan sarang bersama induknya mencari makan (SBW, 2015).

images.jpeg

Gambar 1. Belibis Kembang Jantan

(Sumber: http://id.wikipedia.org)

Belibis Batu dalam bahasa latin disebut Dendrocyna javanica. Jenis ini memiliki ciri paruh lebih kecil dari pada Dendrocygna arcuata, warna leher coklat muda, warna sayap hitam kecoklatan dan ekor warna coklat (MacKinnon, et.al., 1992). Tubuh berukuran sedang (41 cm). Warna coklat kemerahan, sangat mirip dengan Belibis kembang: Mahkota gelap. Kepala dan leher kuning kebo. Punggung coklat. Bagian bawah coklat kemerahan. Perbedaan dengan Belibis kembang: ukuran lebih kecil, tak ada warna hitam dan putih pada bulu tepi. Iris coklat, paruh hitam, kaki abu-abu gelap. Terbang dengan bersuara berisik. Sering dalam jumlah yang banyak. Sarang berupa tumpukan rumput, pada tepi payau, sungai, atau di lubang pohon. Telur berwarna krem, jumlah 8-10 butir. Berbiak bulan Februari, Maret, September, November. (SBW, 2015).

belibis_batu03.jpg

Gambar 2. Sepasang Belibis Batu

(Sumber: SBW, 2015)

 Ekologi, Habitat, dan Pola Sebaran Burung Belibis

Burung Belibis termasuk salah satu jenis burung air yang statusnya menetap pada suatu tempat. Burung air biasanya dapat mengenali lokasi yang baik untuk mencari makan melalui tanda-tanda fisik lokasi seperti penyusun substrat. Burung air sebagian besar juga menggunakan kepekaan seutuhnya lebih dari kemampuannya melihat tanda-tanda fisik. Burung air mempunyai paruh yang ujungnya peka sehingga dapat merasakan adanya mangsa di bawah lumpur (Mahardjo et al., 1976).

Keberadaan lahan basah sebagai habitat burung air telah dirumuskan dalam konvensi Internasional Ramsar sebagai suatu kepentingan internasional (Sibuea, 1997). Lahan basah (wetlands) yaitu daerah rawa, payau, lahan gambut dan perairan, alami atau buatan, tetap atau sementara, dengan air tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut (Nirarita, et al., 1996).

 Salah satu kawasan lahan basah yang sering dijadikan habitat burung air adalah kawasan mangrove. Secara ekologis mangrove merupakan daerah peralihan antara perairan laut dan perairan air tawar, karena itu hanya flora dan fauna yang memiliki kemampuan adaptasi khusus yang dapat hidup disana (ITTO, 2007). Sebanyak 189 jenis tumbuhan dan lebih dari 170 jenis burung juga diketahui hidup di kawasan, termasuk beberapa jenis burung yang terancam punah telah diketahui hidup dalam kawasan bakau Indonesia (Noor, 1994).

Habitat utama burung belibis adalah air. Kemampuannya yang dapat berenang di air disebabkan karena burung belibis termasuk burung yang memiliki kaki berselaput dan jarang terbang. Belibis yang lebih suka hidup berkelompok itu biasa mencari sisa-sisa gabah yang tertinggal di lahan sawah. Selain itu, belibis juga diketahui pemakan daun tumbuhan eceng gondok (Sibley, 2002).

Di alam, burung Belibis memiliki beberapa fungsi ekologis seperti (Sibley, 2002),

  1. Berperan dalam proses ekologi (sebagai penyeimbang rantai makanan dalam ekosistem).
  2. Membantu penyerbukan tanaman, khususnya tanaman yang mempunyai perbedaan antara posisi benang sari dan putik.
  3. Sebagai predator hama (serangga, tikus).
  4. Penyebar/agen bagi beberapa jenis tumbuhan dalam mendistribusikan bijinya.
  5. Sebagai bahan penelitian, pendidikan lingkungan, dan objek wisata.

Penelitian mengenai burung belibis telah dilakukan di Paya Endah Selangor Malaysia pada tahun 2009. Hasil penelitian menunjukan bahwa burung belibis sangat cepat berkembang pada ekosistem habitat lahan basah, karena lahan basah merupakan habitat penting bagi kehidupan burung belibis. Dengan terjaganya habitat di ekosistem lahan basah di Paya Endah Selangor Malaysia, maka populasi burung belibis di kawasan tersebut juga dapat terjaga dengan baik (Gaji, et al., 2012).

Morfometri Belibis Kembang dan Batu

Beberapa sifat kuantitatif Belibis di sajikan pada tabel-tabel berikut. Sifat kuantitatif Belibis meliputi ukuran organ luar dan saluran pencernaan. Kedua jenis Belibis memiliki perbedaan sifat kuantitatif.

Penciri utama ukuran dan penciri bentuk menunjukkan morfologi dan morfometri organ pencernaan belibis kembang yang lebih besar di bandingkan dengan belibis batu. Belibis kembang memiliki garis hitam tebal dari atas kepala sampai leher dan warna bulu putih yang tebal pada bagian tubuh belakang sampai ekor. Belibis batu memiliki warna merah maroon mencolok pada bulu bagian dada (Siwi et al., 2014).

Tabel 1. Ukuran-ukuran linier panjang organ luar belibis.

Variabel Belibis Kembang Belibis Batu
Jantan Betina Jantan Betina
Panjang Tarsometatarsus (cm) 6,28 ± 0,25 5,92 ± 0,13 4,7 ± 0,45 4,22 ± 0,27
Keliling Tarsometatarsus (cm) 2,9 ± 0,15 2,72 ± 0,16 2,3 ± 0,18 2,2 ± 0,18
Panjang tibia (cm) 8,94 ± 0,28 8,58 ± 0,27 7,74 ± 0,47 7,1 ± 0,18
Panjang femur (cm) 5,14 ± 0,18 4,58 ± 0,17 4,4 ± 0,43 4,22 ± 0,45
Panjang sayap (cm) 15,92 ± 0,35 15,69 ± 0,35 13,96 ± 0,37 14,02 ± 0,36
Panjang jari ketiga (cm) 6,04 ± 0,09 5,6 ± 0,15 5,42 ± 0,29 5,02 ± 0,35
Panjang maxilla (cm) 4,39 ± 0,14 4,2 ± 0,08 4,16 ± 0,19 3,98 ± 0,23

Sumber: Siwi et al. (2014)

Tabel 2. Ukuran-ukuran panjang organ pencernaan belibis.

Variabel Belibis Kembang Belibis Batu
Jantan Betina Jantan Betina
Paruh (cm) 4,22 ± 0,14 3,94 ± 0,17 3,78 ± 0,22 3,77 ± 0,21
Esophagus (cm) 4,25 ± 0,13 4,6 ± 0,106 4,53 ± 0,18 4,16 ± 0,2
Proventrikulus (cm) 5,28 ± 0,22 5,12 ± 0,207 4,9 ± 0,21 4,43 ± 0,23
Usus kecil (cm) 28,4 ± 1,04 27,66 ± 1,23 26,87 ± 1,13 25,58 ± 0,83
Usus Besar (cm) 7,6 ± 0,23 7,6 ± 0,16 7,6 ± 0,15 7,25 ± 0,33

Sumber: Siwi et al. (2014)

Tabel 3. Ukuran-ukuran berat organ pencernaan belibis.

Variabel Belibis Kembang Belibis Batu
Jantan Betina Jantan Betina
Oesophagus (g) 1,56 ± 0,11 1,58 ± 0,09 1,55 ± 0,02 1,35± 0,06
Tembolok (g) 0,268 ± 0,03 0,286 ± 0,02 0,25± 0,01 0,22 ± 0,02
Proventrikulus (g) 0,96 ± 0,04 0,896 ± 0,27 0,89 ± 0,03 0,73 ± 0,06
Ventrikulus (g) 19,2 ± 0,43 18,73 ± 0,31 18,74 ± 0,32 17,85 ± 0,44
Usus Kecil (g) 5,2 ± 0,22 4,92 ± 0,248 4,48 ± 0,23 4,33 ± 0,25
Usus Besar (g) 3,52 ± 0,25 3,3 ± 0,21 3,23 ± 0,12 2,93 ± 0,23
Kloaka (g) 1,81 ± 0,04 1,808 ± 0,026 1,84 ± 0,01 1,8 ± 0,03
Hati (g) 10,65 ± 0,50 10,14 ± 0,32 7,10± 0,13 0,94 ± 0,14

Sumber: Siwi et al. (2014)

Selanjutnya Siwi et al. (2014) menyatakan bahwa penciri utama ukuran morflogi belibis kembang dan belibis batu adalah panjang sayap dan panjang tibia, sedangkan penciri bentuk morfologi adalah panjang jari ketiga dan panjang sayap. Penciri utama ukuran panjang organ saluran pencernaan adalah panjang usus kecil, sedangkan penciri utama bentuk adalah panjang usus besar untuk keduanya. Penciri utama ukuran dan bentuk pada berat organ saluran pencernaan adalah berat hati dan berat ventrikulus, sedangkan penciri utama bentuk pada berat organ pencernaan adalah berat hati dan berat usus kecil perbedaan pada sifat kualitatif warna bulu pada belibis kembang memiliki garis hitam tebal dari atas kepala sampai leher dan warna bulu putih yang tebal pada bagian tubuh belakang sampai ekor, belibis batu memiliki warna merah maroon mencolok pada bulu bagian dada. Morfologi dan morfometri organ pencernaan belibis kembang ternyata lebih besar dari pada belibis batu.

Pola Warna Bulu Belibis

Belibis kembang dan belibis batu memiliki perbedaan variasi warna bulu, meskipun banyak memiliki kesamaan warna bulu. Perbedaan antara kedua belibis ini bisa di bandingkan dengan melihat ketebalan garis pada bagian bulu atas kepala sampai leher, bagian dada, pola lingkaran di bagian atas punggung dan bagian ujung tubuh sampai bawah ekor.

bel 2

belGambar 3. Perbedaan pola bulu belibis Kembang (atas) dan belibis Batu (bawah)

Beberapa bagian bulu pada kedua jenis belibis ini ada kesamaan yang membuat kesulitan membedakan masing-masing belibis. Kesamaan kedua belibis tersebut ada pada pola warna pada bagian paruh, bagian sayap, bagian punggung dan kaki. Perbedaan dan kesamaan pola warna bulu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik sifat-sifat kualitatif warna bulu

Sifat kualitatif Belibis kembang Belibis batu Frekuensi
Jantan Betina Jantan Betina relative

( % )

Bagian kepala :          
–  coklat bergaris hitam tebal

–  coklat bergaris hitam tipis

(pucat)

Bagian paruh :

5

5

5

5

100

100

– hitam

Bagian leher :

5 5 5 5 100
– coklat bergaris hitam – coklat

Bagian dada:

5 5

5

5

100

100

–  coklat terang

–  merah maroon

Bagian punggung :

5

5

5

5

100

100

– berbintik hitam garis lingkar kuning jumlah lebih banyak – berbintik hitam garis lingkar kuning jumlah lebih sedikit Bagian sayap :

5

5

5

5

100

100

– hitam dan merah maroon

Bagian ekor :

5 5 5 5 100
– hitam dan putih

– hitam dan merah maroon

Bagian kaki :

5

5

5

5

100

100

– hitam 5 5 5 5 100

Sumber: Siwi et al., 2014

Potensi Belibis Sebagai Sumber Daging

Menurut IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources), status konservasi belibis di Indonesia adalah tidak dilindungi (IUCN, 2010). Status ini memungkinkan belibis dapat dibudidayakan atau pemanfaatan lainnya.

Pemanfaatan belibis merupakan sumber daging unggas untuk konsumsi manusia telah dilakukan melalui proses perburuan. Berdasarkan data tahun 2006,  jumlah belibis yang ditangkap di Danau Mahakam Kalimantan Timur berkisar antara 120.000-165.000 ekor  dan dari jumlah tersebut sekitar 95% atau 114.000 – 156.000 ekor dipasarkan di Banjarmasin (Darmawan, 2011). Hal ini menunjukkan adanya potensi pasar daging belibis.

Sebagai gambaran di daerah Kalimantan, permintaan pasar belibis ke rumah-rumah makan, khususnya di Kota Banjarmasin dan Kabupaten di Hulu Sungai  (Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Balangan dan Tabalong), Kalimantan Selatan cukup meningkat, dengan harga rata-rata di tingkat pemburu Rp. 12.000/ekor, dan di tingkat pengumpul antara Rp.15.000 – Rp. 20.000/ekor. Jika pasokan di pasaran mengalami penurunan harga bisa mencapai Rp.35.000/ekor, hal ini disebabkan karena daging belibis sangat diminati konsumen,karena punya cita rasa yang gurih, dan kandungan lemaknya relatif rendah (Darmawan, 2011). Sementara di wilayah lain seperti di Sulawesi, khususnya kabupaten Sidrap dan kabupaten Pinrang, Belibis sudah menjadi menu beberapa rumah makan. Harga sepotong belibis goreng adalah Rp.22.000 (dada) Rp.16.000 (paha) (Anonim, 2013)

Namun, penangkapan yang melebihi ambang batas akan merugikan lingkungan. Untuk itu perlu ada upaya pembudiayaan, bukan mengandalkan pada perburuan. Usaha pemeliharaan dapat dilakukan baik secara in situ, maupun ex situ. Pemeliharaan secara in situ yaitu pemeliharaan hewan liar di dalam habitat aslinya yang setelah ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi, sedangkan ex situ  pemeliharaan hewan liar di luar habitat aslinya, antara lain dengan cara pengaturan pemanfaatannya, penangkaran, pemeliharaan di taman burung atau kebun binatang (Darmawan, 2011).

Upaya pembudidayaan atau penangkaran, bukan saja dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani dan penganekaragaman atau diversifikasi pangan, melainkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan yang sebagian hidupnya dari pendayagunaan satwa ini (Darmawan, 2011). Persyaratan teknis dalam upaya pembudidayaan/penangkaran adalah lokasi, yaitu tempat berawa atau cukup tersedia air adalah yang utama. Di sekeliling lokasi budidaya dipasang jala supaya belibis tidak kabur. Sementara di tengah area budidaya tersedia rawa-rawa untuk tempat bermain belibis dan di tepi areal disediakan gundukan tanah untuk belibis bersenda gurau (kompas.com, 2009).

Simpulan

Burung belibis yang terdapat di Indonesia adalah Belibis Kembang (Dendrocygna arcuata) dan belibis Batu (Dendrocygna javanica). Kedua jenis belibis ini memiliki sebaran dan habitat serta tingkah laku yang relatif sama. Beberapa sifat morfometri memiliki perbedaan ciri dan pola bulu yang juga memiliki perbedaan dan persamaan.

Potensi Belibis sebagai sumber daging cukup baik, tetapi hingga saat ini eksplorasi tentang belibis masih kurang sehingga masih terbatas data tentang daging belibis. Selain itu, untuk meningkatkan kontribusi belibis bagi pemenuhan daging unggas, maka dapat dilakukan upaya pembudidayaan. Keterlibatan perguruan tinggi dan lembaga penelitian relevan masih kurang sehingga ke depannya perlu ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

[ITTO]. 2007. International Tropical Timber Organization (ITTO) Workplan 2002-2006. Bogor.

[SBW]. Semarang Bird Web. 2015. Belibis Batu. http://bio.undip.ac.id/sbw/spesies/sp_belibis_batu.htm

Darmawan, A. 2011. Merintis Jalan Berbisnis Belibis. http://epetani.pertanian.go.id/budidaya/merintis-jalan-berbisnis-belibis-1796. [diakses 10 Juni 2015].

Gaji, A. dan M. Zakaria. 2012. Ecological Niche Modeling for Lesser Whistling Duck Fakultas Kehutanan, Universitas Putra Malaysia.

Hardjosubroto,W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan di Lapangan. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Kompas.com. 2009. Penangkaran dan Beternak belibis. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0408/26/ekora/1220614.htm.

Livestockreview.com. 2013. Daging Broiler Sumbang 84,4% Kebutuhan Daging Unggas Nasional. http://www.livestockreview.com/2013/05/daging-broiler-sumbang-844-kebutuhan-daging-unggas-nasional. [Diakses 9 Juni 2015].

Mackinnon, J., K.Philipps, dan B. Balen. 1992. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI ; Jakarta.

Mahardjo, M et al. 1976. Burung-burung yang Hidup di Air. PT. Karya Nusantara, Jakarta.

Nirarita, C.E., P. Wibowo, P. Susanti, D. Padmawinta, Kusmarini, M. Syarif, Kusniangsih dan L. B. R. Sinulingga. 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.

Noor, Y.R. 1994. Pengetahuan Mengenai Burung Air di Indonesia Khusunya Burung Air Migran. Paper presented on Wetland Conservation Assesment and Management Training Course III. Bogor.

Sibley, D. A. 2002. The Sibley Guide to Bird Life and Behavior. Alfred A. Knopf, New York.

Sibuea, T.H. 1997. Konservasi Burung Air dan Lahan Basah di Indonesia. Seminar Nasional Pelestarian Burung dan Ekosistemnya dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Pusat Antar Universitas, IPB : Bogor http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=23308

Siwi, N., T. H. Wahyuni dan Hamdan. 2014. Identifikasi Morfologi dan Morfometri Organ Pencernaan serta Sifat Kualitatif Warna Bulu Belibis Kembang (Dendrocygna arcuata) dan Belibis Batu (Dendrocygna javanica). J.Peternakan Integratif Vol.2 No.2 ; 193-208.

Leave a comment